Sabtu, 05 Februari 2011

^"Ketenangan Hati & Jiwa"^


Mencari Ketenangan Hati & Jiwa.
      Sebagai orang beriman, seseorang harus senantiasa meng-agungkan Allah Azza wa jalla, takut dan berharap hanya kepada Nya semata, dan merasa malu bila mengabaikanNya. Seorang mukmin tidak boleh kendor dari tingkatan iman yang telah dicapainya, meski intensitas keimanan seseorang amat ditentukan oleh tingkat kekuatan iman yang dimiliki. Terabaikannya hal-hal tersebut dalam sholat, dapat disebabkan oleh kekacauan pikiran, perhatian yang terpecah, hilangnya jiwa dalam munajat, dan lalai dalam sholat. Oleh karena itu aktivitas mental yang acak yang akan mengganggu sholat sedapat mungkin harus diatasi, sehingga ketenangan hati selalu terjaga dalam setiap sholat. Untuk menghilangkan gejala tersebut, kita harus mencari penyebabnya, karenanya marilah kita cari di mana letak penyebabnya. Pikiran sesat memang dapat disebabkan oleh hal-hal yang bersifat lahiriah, ataupun hal-hal yang bersifat batiniah.
 
Sebab-sebab lahiriah (eksternal) merampas perhatian kita lewat mata dan telinga. Semula kita hanya menaruh perhatian. Kemudian pikiran mulai tertarik, dan akhirnya proses berlangsung terus. Penglihatan merangsang pemikiran, dan pikiran akan mendorong lahirnya sesuatu yang lain. Kesan yang ditangkap oleh indera tidak akan pernah menyesatkan mereka yang berkemauan kuat dan bercita mulia, tetapi akan sangat mengganggu mereka yang lemah.
 
Penyembuhannya adalah dengan memotong habis penyebab-penyebab tersebut dengan jalan menundukkan pandangan, berdoa di tempat yang sunyi dan terpisah, tidak membiarkan adanya pengganggu panca indera, atau sholat dengan posisi dekat dinding, yang dapat mengurangi jangkauan indera penglihatan. Sebaliknya, sebaiknya menghindari dari sholat di tepi jalan, di tempat yang penuh ukiran dan karya seni serta di atas alas bercorak warna-warni.
 
Itulah mengapa orang-orang yang tekun beribadah biasanya sholat ditempat yang sempit dan bercahaya temaram, yang hanya cukup untuk bersujud, namun demikian hal ini lebih mudah untuk melakukan pemusatan pikiran (khusyu’). Mereka yang menunaikan sholat di masjid, selalu menjaga pandangannya agar tetap tertuju ke tempat sujud. Mereka merasa bahwa sholatnya akan sempurna apabila tidak terpengaruh oleh orang yang ada di sisi kanan dan kirinya. Ibnu Umar tidak pernah membiarkan sesuatu tergeletak di tempat sujud, bahkan satu mushaf Al-Qur;an sekalipun. Ia akan menyisihkan pedang dan akan menghapus tulisan yang ada di hadapannya.
 
Sebab-sebab batiniah (internal) merupakan suatu persoalan yang lebih serius dan untuk mengatasinya memang lebih sulit. Barangsiapa pikirannya bercabang-cabang pada persoalan duniawiah, niscaya akan melayang-layang ke mana-mana. Menutup mata sekalipun tidak akan membantu memecahkan persoalan, karena sumber gangguan sudah ada di dalam diri. Maka cara untuk mengatasi gangguan tersebut adalah dengan memahami makna bacaan sholat, kemudian berusaha memusatkan perhatian pada makna tersebut, seraya mengusir pikiran lain. Akan sangat bermanfaat apabila sebelum takbiratul ihram melakukan beberapa persiapan, yaitu dengan memperbarui ingatan akan kemungkinan datangnya hari akhirat, dengan menyadari bahwa dirinya akan mermunajat kepada Allah Azza wa jalla, Dzat Yang Maha Perkasa. Tak kalah pentingnya, apabila sebelum takbiratul ihram kita mengosongkan hati dan pikiran dari segala sesuatu yang mengganggu, serta membebaskan diri daripadanya.

 
(( وَجُعِلَتْ قُـرَّةُ عَـيْـنِيْ فِي الصَّـلاَةِ)).
“…dan telah dijadikan penghibur/penghias hatiku (kebahagiaanku) pada shalat”.[1]
Beliau pun berkata kepada salah satu shahabatnya:
((قُمْ يَا بِلاَلُ، فَـأَرِحْـنَا بِالصَّلاَةِ)).
Bangunlah wahai Bilal, buatlah kami beristirahat dengan (melakukan) shalat”.[2]
 
Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Utsman bin Abi Syaibah, “Aku lupa mengingatkanmu agar menyembunyikan periuk yang ada di rumahmu. Sesungguhnya tidak wajar, apabila di dalam rumah ada sesuatu yang dapat mengganggu manusia dari sholatnya.” (HR Abu Dawud, dari Utsman bin Thalhah). Ini adalah suatu teknik menenangkan pikiran. Apabila gejolak pikiran tidak kunjung reda, maka yang diperlukan bukan lagi obat penenang, melainkan pencahar yang akan menguras seluruh sumber penyakit hingga ke akar-akarnya.
 
Artinya bahwa orang tersebut harus meneliti segala sesuatu yang mengganggu dan menyelewengkan  ketenangan hati. Tidak perlu diragukan lagi, penyebabnya dapat ditelusuri pada apa saja yang diminatinya, dan telah berbalik menjadi salah satu bentuk hawa nafsu.
 
Oleh sebab itu, setiap orang harus berupaya mengendalikan nafsu dengan cara mengosongkan diri, mengekang, atau memutuskan hubungan dengan godaan nafsu. Segala sesuatu yang mengganggu sholat adalah musuh agama, termasuk tentara iblis yang bermaksud mengganggu manusia. Dan menahannya jelas akan mendatangkan kemudharatan, dan akan lebih baik untuk mengeluarkannya. Oleh sebab itu, orang harus berdisiplin, untuk selalu berupaya membersihkan diri dari segala sesuatu yang dapat mengganggu sholat. Rasulullah saw. Suatu saat pernah sholat menggunakan jubah yang bersulam indah, pemberian Abu Jahm. Seusai sholat beliau bermaksud mengembalikan jubah tersebut, dan berkata, “Kembalikan jubah ini kepada Abu Jahm, karena jubah itu telah mengganggu sholatku. Dan tukarkan saja dengan jubah Abu Jahm yang sudah sering dipakainya itu.” (H.R.. Bukhori Muslim). Rasulullah saw juga pernah memiliki sandal baru. Beliau sangat senang terhadap sandal tersebut, sehingga ketika sholat muncul keinginan untuk melihatnya. (H.R. Ibnul Mubarak).
 
Menurut hadis lain, nabi Muhammad saw. Menyadari keteledorannya, sehingga ketika sujud, beliau berdoa, “Kurendahkan diri dihadapanMu ya Allah, kiranya Engkau tidak memurkaiku.” Lalu setelah sholat beliau beranjak pergi, dan memberikan sandal baru tersebut kepada pengemis pertama yang dijumpainya. Kemudian beliau meminta kepada Ali ra. Untuk membelikan sandal dari kulit yang hanya dibuang bulunya saja. (H.R. Abu Abdullah bin Haqiq).
 
Sebelum turun larangan bagi laki-laki untuk memakai hiasan emas, Rasulullah saw. Biasa memakai cincin emas di jarinya. Dan ketika beliau berdiri di atas mimbar, cincin itu pun dibuang seraya bersabda, “Barang itu telah menggangguku, aku harus memandang benda tersebut dan juga memandangmu.” (H.R. an Nasa’i).
 
Diriwatkan bahwa Abu Thalhah suatu hari sholat di taman miliknya, kemudian pandangannya tertuju pada burung penghisap madu, dan matanya mengikuti gerak burung tersebut, sehingga tak ingat berapa banyak rakaat yang sudah diselesaikannya. Kemudian, seusai sholat Abu Thalhah mendatangi Rasul saw. Dan menerangkan kekacauan yang baru saja menimpanya, dan kemudian berkata, “Ya Rasulullah, taman ini telah memalingkanku dari sholat (yang khusyu’), kini aku hendak menyedekahkannya. Gunakan sekehendak Anda, ya Rasulullah.” (H.R. Imam Malik). Sedang menurut riwayat lain, Abu Thalhah ketika sholat di taman terganggu oleh dengung lebah yang mengelilingi buah dari pohon yang ada di taman tersebut. Ia bertemud engan Utsman ra. Dan kemudian menawarkan taman tersebut sebagai sedekah, agar dimanfaatkan bagi kepentingan di jalan Allah. Utsman kemudian menjual taman tersebut seharga lima puluh ribu.
 
Hal demikian dimaksudkan untuk menghilangkan pengganggu pikiran dan juga menutupi kekurangan sholat yang telah dilaksanakannya. Obat-obat (pengobatan) ini jelas diharapkan dapat mengatasi sumber penyakitnya; itu adalah obat yang paling efektif. Cara-cara lunak seperti menenangkan diri dan berkonsentrasi penuh pada pemahaman ucapan sholat, hanya bermanfaat jika godaan hawa nafsu dan angan-angan berskala rendah. Akan tetapi tidaklah tepat (mengambil cara tersebut) apabila gangguan dan godaan terlalu kuat, karena justru akan menarik Anda sehingga kehilangan milik terbaik Anda. Disamping itu, Anda juga akan terbelenggu, sehingga seluruh sholat yang Anda kerjakan terganggu.
Perhatikan analogi ini: Ada seorang laki-laki bersandar dibawah pohon untuk istirahat. Ia bermaksud mengosongkan pikirannya, tetapi di atas dahan, burung pipit bertengger sambil tak henti-hentinya berkicau. Lewat sepotong kayu di tangannya, diusirnya burung tersebut, tetapi tidak pernah berhasil. Kembali ia menenangkan pikirannya, dan burung pipit itupun kembali berkicau. Akhirnya datang seseorang dan berkata kepadanya, “Ini adalah pekerjaan yang sia-sia, dan tidak akan pernah ada habisnya. Jika anda menghendaki penyelesaian tuntas, maka potonglah pohon tersebut!” Agaknya seperti itulah pohon hawa nafsu. Jika ia telah bersemi dan bercabang, niscaya akan menempel segala pikiran dan keinginan, sebagaimana burung pipit yang hinggap di dahan. Demikian pula tertariknya lalat pada kotoran-kotoran, yang sudah merupakan karakteristiknya. Dan pikiran yang kacau, ibarat lalat yang beterbangan ke sana ke mari.
 
Sesungguhnya manusia sentiasa dikelilingi oleh hawa nafsu dan mustahil terbebas darinya, dan juga tidak semua orang bisa mengatasinya. Hawa nafsu tersebut memiliki akar yang sama, yaitu cinta dunia. Inilah sumber dari setiap kesalahan, kekurangan dan kerusakan. Dengan hati yang dipenuhi rasa cinta dunia, seseorang akan demikian tergila-gila terhadapnya, sehingga iapun lalai untuk mencari bekal kehidupan akhirat.
 
Orang seperti itu tidak akan pernah merasakan nikmatnya sholat. Mereka yang terlalu cinta dunia, berkuranglah cintanya kepada Allah, bahkan mungkin tidak bermunajat kepadaNya. Pada dasarnya manusia digerakkan oleh apa yang dicintainya, sehingga bila kesenangan atau kecintaannya tertumpu pada dunia seisinya, pasti hanya dunia itu saja yang ada di dalam pikirannya. Namun demikian, manusia yang mengharapkan rahmat Allah swt, harus selalu berupaya mengembalikan hatinya pada sholat, dan mengurangi atau mengatasi apa saja yang dapat memalingkan dari Nya.
 
Ini adalah obat pahit, sedemikian pahitnya, sehingga kita lebih suka memuntahkannya. Bila demikian, maka penyakitnya akan tetap kronis dan tidak akan tersembuhkan. Orang-orang sufi pada umumnya melakukan sholat dengan khusyu’, di dalam hatinya tidak sedikitpun terbesit perkara-perkara duniawi, lain halnya diri kita yang mengerjakan sholat sebatas sebagai tugas. Maka, tiada harapan bagi orang seperti kita! Bila kita sekedar ingin selamat dari murka Allah, hanya karena sepertiga atau setengah sholat kita, sungguh amal kita adalah campuran antara yang baik dan yang buruk!
 
Kesimpulannya, segala keinginan duniawi dan ukhrawi di dalam hati manusia bagaikan air yang dituang ke dalam segelas cuka; seberapa banyak air yang tertuang, sebanyak itu pula cuka yang akan tumpah dari dalam gelas dan keduanya tidak akan tercampur.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar