Sabtu, 19 Februari 2011

^"Sudahkah Anda ShoLat...?"^

Arti shalat secara bahasa adalah doa atau rahmat, Kata “Shalat” berasal dari bahasa Arab, yang secara istilah adalah suatu tindakan khusus memuliakan Allah yang berisikan perkataan-perkataan (aqwal) dan perbuatan-perbuatan (af’al) yang dimulai dengan takbit dan diakhiri dengan salam, berdasarkan syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu.
Dalam mengerjakan shalat ini, tentunya kita harus megikuti tata cara sebagaimana tata cara rasulullah saw shalat. Rasulullah saw bersabda, Shalatlah kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya. (HR Bukhari-Muslim).


A. Hukum Shalat
Shalat mempunyai hukumnya tersendiri, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi 2, yakni:

1. Fardhu
Ialah shalat yang diwajibkan Allah untuk manusia laksanakan. Shalat Fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu :
Fardhu Ain: ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti shalat lima waktu, dan shalat jumat (Fardhu Ain untuk pria).
Fardhu Kifayah: ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan. Seperti shalat jenazah.

Jika kita meninggalkan shalat yang wajib dilaksanakan (shalat 5 waktu), maka hukumnya adalah dosa. Dari Abu Sufyan ia berkata, Aku telah mendengar Jabir berkata, aku telah mendengar nabi Muhammad saw bersabda:

 “Sesungguhnya batas antara seseorang dengan Syirik dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, Abu Daud, an-Nasaie, at-Turmudzie dan Ibnu Majah)

2. Nafilah (shalat sunnat)
Adalah shalat-shalat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak diwajibkan. Shalat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu :
Nafil Muakkad adalah shalat sunnat yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti shalat dua hari raya, shalat sunnat witr dan shalat sunnat thawaf.
Nafil Ghairu Muakkad adalah shalat sunnat yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti shalat sunnat Rawatib dan shalat sunnat yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti shalat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).


B. Rukun Shalat
  1. Niat
  2. Takbiratul ihram
  3. Berdiri bagi yang sanggup
  4. Membaca surat Al-Fatihah
  5. Ruku dengan thumaninah
  6. Itidal dengan thumaninah
  7. Sujud dua kali dengan thumaninah
  8. Duduk antara dua sujud dengan thu\'maninah
  9. Duduk dengan thumaninah serta membaca tasyahud akhir dan shalawat nabi
  10. Membaca salam
  11. Tertib (melakukan rukun secara berurutan)

C. Manfaat dan Hikmah Shalat
Shalat mempunyai manfaat atau hikmah yang bisa dipetik bagi orang yang menjalankannya, beberapa di antaranya:

1. Dapat mencegah perbuatan yang keji dan mungkar
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat lain) Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Ankabut: 45)

2. Mencegah pelakunya dari aneka macam kesesatan
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS. Maryam: 59)

3. Shalat dapat menjauhkan diri dari sifat mengeluh & kikir
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. (QS. al-Ma’arij: 19-23)

4. Menghapus dosa-dosa kecil
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:

“Shalat lima kali sehari dan shalat jum’at ke jum’at merupakan pelebur dosa selama tidak melakukan dosa besar.” ( HR. Muslim, Ahmad, Turmudzie dan Ibnu Majah)

5. Selamat dari siksa hari kiamat
“Barang siapa yang menjaga shalatnya, niscaya ia akan menjadi cahaya, bukti dan penyelamat baginya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan ath-Thabrani)

6. Menenangkan dan menenteramkan hati
Rasulullah bersabda:

“Penyejuk Hatiku ada di dalam shalat.” (HR. Ahmad dan an-Nasaie)


D. Tips-tips agar Shalat Khusyu
Pengertian khusyu di dalam shalat adalah, suatu kondisi di mana hati penuh dengan ketakutan, mawas diri dan tunduk pasrah di hadapan keagungan Allah.
Kesemuanya itu lalu membekas dalam gerak-gerik anggota badan yang penuh hikmat dan konsentrasi dalam shalat, bila perlu menangis dan memelas kepada Allah; sehingga tak memperdulikan hal lain.
Ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan agar ibadah shalat kita bisa khusyu, seperti misalnya saja:
  1. Mengenal Allah, Menghadirkan, Mengagungkan dan Takut Kepada-Nya.
  2. Hendaknya Orang Yang Shalat Menyadari Bahwa Shalat Adalah Perjumpaan, Sekaligus Komunikasi Dirinya Dengan Allah
  3. Ikhlash Dalam Melaksanakannya
  4. Mengonsentrasikan Diri Hanya Untuk Allah
  5. Menghindari Berpalingnya Hati Dan Anggota Tubuh Dari Shalat
  6. Merenungi Setiap Gerakan Dan Dzikir-Dzikir Dalam Shalat
  7. Memelihara Tumaninah (Ketenangan), Dan Tidak Terburu-buru Dalam Shalat
  8. Semangat Dalam Melakukannya
  9. Memilih Tempat Shalat Yang Sesuai
  10. Menghindari Segala Yang Menyibukkan Dan
  11. Mengganggu Shalat
  12. Memanjangkan Bacaan
  13. Hendaknya kita shalat, seperti shalatnya orang yang akan bepergian jauh (meninggalkan alam fana)
Semoga Kita lebih bisa lagi mendekatkan diri Kita dengan Allah Swt, Ammiieenn...Ammiieenn..Ya Robball Alaammiiinn...

Jumat, 18 Februari 2011

^"Apa itu Sakinah, Mawaddah, Warrahmah ?..."^

Memahami  Makna  Sakinah
 Ada kalimat amat Populer yang selalu diucapkan saat memberikan doa restu kepada teman atau saudara yang naik ke pelaminan, “Selamat ya, semoga Anda berdua menjadi pasangan Suami-Isteri yang kelak mencapai kehidupan yang sakinah,ma-waddah warrahmah.” Kalimat ini kadang juga diucapkan oleh kalangan nonmuslim bagi teman atau sahabat muslimnya yang melangsungkan pernikahan. Yang mereka pahami sakinah, ma-waddah,dan warrahmah yang menjadi tujuan perkawinan tanpa mengerti apa makna sesungguhnya dibalik kalimat itu.
Mudah Dalam Pengucapan, Yang disebut Pernikahan atau Perkawinan itu adalah sebuah Komitmen kemanusiaan dari dua insan yang berlainan jenis yang ditandai dengan ijab dan qabul untuk keduanya bersepakat menjadi pasangan suami-isteri itu saling merelakan dirinya mengikat diri dan mengatur hidup dalam kebersamaan. Tujuan utamanya tentu saja demi mencapai kebahagiaan hidup dalam membangun rumah tangga, sebagaimana tujuan idealnya.
Menjadi Pasangan Suami-Isteri berarti bertemunya dua watak, Perasaan, Keinginan, Kebiasaan, dan Kesenangan yang berbeda diantara dua anak manusia. Maka demi mempersamakan kondisi yang ideal diantara keduanya harus dilakukan upaya untuk saling memahami dan menyesuaikan diri serta membuat kesepakatan yang sama mewujudkan tujuan sebuah keluarga. Keberhasilan dalam mencapai suasana hidup sakinah itu perlu dimulai dari adanya tingkat pengertian yang setara diantara pasangan menikah, Sebab sudah menjadi kelaziman pula bahwa pernikahan yang dilakukan atas dasar suka-sama-suka itu banyak yang berhenti atau gagal dalam bilangan waktu yang tidak terlalu lama.
Kegagalan dalam perkawinan tentu saja memiliki latar permasalahan yang berbeda-beda yang jika disimpulkan dalam satu kalimat maka ditemukan besaran yang menyebutkan: Sudah tidak Cocok menjadi pasangan atau lantaran telah terjadinya Peng-khianatan diantara salah satu pasangan, baik dari Suami maupun dari Isteri. Alhasil kebahagiaan yang menjadi tujuan ideal sebuah perkawinan menjauh dari percitraanya yang hendak dituju: Suasana hidup rumah tangga yang Sakinah,ma-waddah,warrahmah.
Kita hendak memudahkan apa yang menjadi rahasia dibalik idiom Sakina, Ma-waddah,Warrahmah itu. Sehingga masing-masing pihak (Suami Maupun Isteri) dapat memahami dan memahamkan dalam benaknya demi tercapainya tujuan kebahagiaan hidup berumah tanggga.
1.  SAKINAH, yaitu terjadinya suasana yang membuat tenang atau teduh yang dimulai dari tinggal seatap/serumahnya pasangan Suami-Isteri. “Tempatkanlah mereka (isteri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanMu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka… “(QS Ath-Thalaq 6). Juga Ayat ini,”Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yangtelah ada).Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan Bumi dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Fath 4).
2. Ma-waddah, yaitu tumbuhnya ikatan Cinta dari keduanya yang ditumbuhkan dengan rasa saling ingin memiliki dan ingin melindungi. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang…” (QS Ar-Rumm 21).
3.  Warrahmah, yaitu terbangunnya rasa kasih-sayang akibat dari perasaan cinta yang tumbuh dari dua hati yang berpadu, sebagaimana dinukilkan dalam ayat 21 Ar-Ruum diatas.
Ketiga Unsur yang merupakan satu-kesatuan saling mengikat itu tentu saja harus dimodali dengan adanya rasa keikhlasan dan diasah dalam semangat yang penuh ke saling pengertian antar keduanya, sehingga dapat dirasakan bahwa menikah itu memanglah indah.
Hubungan Jarak Jauh ( Long distance )
Muncul Masalah Baru, Problem lain yang kemudian muncul akibat pola pergaulan hidup sekarang ini, adalah tatkala terjadinya pasangan Suami-Isteri yang tidak tinggal bersama dalam satu atap Rumah. Mereka dipisahkan oleh jarak yang begitu jauh lantaran sebab-sebab pekerjaan atau kesibukan lain seperti Suami yang harus menyelesaikan studi  dimancanegara, padahal pasangan ini baru saja menunaikan Perkawinannya. Meski ada niat dan I’tikad yang bisa disepakatkan,akan tetapi dengan jarak yang berjauhan itu menjadi komunikasi antar Suami-Isteri boleh jadi tidak terbangun dalam Pola gerak hidup yang bersamaan, melainkan hubungan dibangun dalam komunikasi Verbal belaka dan atau sekadar mengandalkan hubungan melalui alat komunikasi sebagaimana menjadi kecendrungan belakangan ini.
Terlalu banyak resiko yang akan ditemui ketika pasangan Suami-Isteri yang semestinya tinggal serumah atau berdekat-dekatan secara fisik itu harus berjauhan ketika memulai tahap membangun rumah tangga yang dijalaninya. Sebab,jika pasangan menikah itu sejak awal mula perkawinan tinggal berpisah rumah, lalu kapan masing-masing pasangan memahami tugas,peran,fungsi,hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya didalam rumah tangga? Karena kehendak untuk mencapai tata hubungan itu tentulah dibutuhkan factor-faktor pendukung oleh para pasangan Suami-Isteri, agar keduanya dapat membentuk diri masing-masing guna membangun kesamaan pandang,I’tikad,dan watak serta bersinergi satu dengan yang lainnya.
Asas Kesepakatan
Dalam soal rumah tangga, Rasulullah pun berpesan,”Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang paling baik kepada Keluarganya.” (HR.Ibnu Majah, At-Tirmidzi). Maka untuk menemukali diri dari pasangan masing-masing, Suami-Isteri itu seharusnya memahami apa-apa saja yang dapat dijalani dengan baik.
1.  KOMITMEN, berpegang pada kesepakatan (komitmen) yang ditandai dari pelafalan ijab dan qabul yang dipersaksikan oleh kaum kerabat sesuai dengan telah terpenuhinya rukun dan syarat nikah. Komitmen ini menjadi penting untuk dipahami bersama, sehingga pernikahan itu dlangsungkan dengan semangat ibadah mencari keridhaan Allah SWT. Pernikahan bukan lantaran dorongan nafsu atau dorongan lain yang bersebab dari keterpaksaan. Dari berijab Qabul inilah pasangan Suami-Isteri itu berkomitmen untuk tinggal dan meneduh serumah untuk membangun diri didalam kebersamaan.
2.  KONSEKUEN, bahwa berkomitmen saja tidak cukup sebab dibalik kesepakatan itu akan ada konsekuensi-konsekuensinya yang bakal dihadapi yang wajib dijalani secara konsekuen oleh masing-masing pasangan Suami-Isteri. Dari kebiasaan membangun suasana penuh pengertian secara konsekuen itulah terjalin rasa kecintaan (Mawaddah) diantara Suami dan Isteri,ada Hak dan Kewajiban yang dipenuhi dari masing-masing pasangan.
3.  KONSISTEN, dalam semangat membangun cinta dalam harmonisasi kehidupan, tinggal lagi menjaga dan memeliharanya secara konsisten atau teguh. Dalam bahasa agama kita kenal konsisten itu sebagai istiqomah. Sikap KOnsisten ini akan senantiasa membuahkan rasa kasih dan sayang diantara kedua pasangan dan berikut anak-anak yang menjadi titisan cinta mereka. Sehingga menjadilah mereka pasangan yang Baik dan ideal.
Saling Menjaga
Rasulullah SAW mengingatkan sebaik-baiknya kalian (para suami) adalah yang paling baik terhadap isterinya. Sebaik-baiknya Wanita Sahlihat adalah yang Taat dan melayani Suami dan selalu membantunya dalam urusan akhirat dengan ikhlas.
Maksud diikatnya seseorang dalam tali perkawinan yang berkehendak membangun rumah tangga dan keluarga yang baik itu sesungguhnya harus dimulai dari berdiam dan bertempat tinggal secara bersama-sama antara pasangan Suami-Isteri. Dari situlah proses kehidupan mulai berlangsung dan terus dijaga dengan sebaik-baiknya. Menjadi persoalan ketika ada pasangan yang baru menikah tetapi tidak tinggal serumah,sehingga maksud-maksud membangun tatanan Sakinah,Mawaddah,Warrahmah itu sukar diwujudkan.
Menjalin hubungan baik antara Suami dan Isteri itu, dimulai saat mereka dinyatakan resmi menjadi suami-isteri, sehingga antar keduanya terbangun sikap:
·         Mensyukuri pernikahan sebagai Anugerah dari Allah SWT yang menjadikan Halal da Sah sebagai Suami-Isteri.
·         Menjaga Amanah berupa anak-anak mendidik dan merawat anak-anak semoga menjadi insane yang bertaqwa dan berbuat yang terbaik bagi kedua orang tuanya.
·         Bersama-sama menciptakan rumah tangga islami, kebiasaan dan keteladanan yang baik dari orang tua akan ditiru oleh anak-anak mereka. Itulah akhlakul karimah dan merupakan cara pendidikan yang paling efektif.
·         Saling melindungi dan menjaga rahasia masing-masing, sehingga kelemahan menjadi hilang dan kebaikan semakin tampak, rumah tangga penuh dengan kedamaian dan keharmonisan serta kasih sayang.
Demikanlah Pengertian dalam Hal yang behubungan dalam membina Rumah Tangga. Segala Sesuatu didasari oleh Niat dan Ridho dari Allah Swt. Semoga Kita Semua dapat Memahami segala sesuatu yang kita hadapi, dan selalu Berdo’a agar kita juga tidak menyimpang dari ajaran Allah Swt. Amiienn…Amiien... Ya Roball Allammin.

Rabu, 16 Februari 2011

"Saat Menentukan PiLihan itu Sangat Berat"

Tidak Sekadar Menaati Kewajiban Moral
Bagian pertama dari dialog itu menonjolkan beberapa aspek yang sebenarnya adalah bagian dari hidup kita. Mari menyebut beberapa kata kunci: memilih atau pilihan, yang terbaik, suara hati, belajar dari pengalaman (masa lampau), dan hidup adalah pilihan. Perhatikan bahwa semua ini adalah bagian dari pengalaman riil keseharian manusia.
Para filsuf sibuk dengan pertanyaan “what should I do?” Ini adalah pertanyaan etika, karena jawaban atasnya menunjukkan bagaimana seseorang mendasarkan tindakan-tindakannya pada prinsip-prinsip moral tertentu. Kalau kita bertanya kepada mereka, kalau Anda sudah menemukan jawaban atas pertanyaan itu, apa tujuan Anda melakukan suatu tindakan tertentu? Di sini seorang Immanuel Kant, misalnya, akan mengatakan, bahwa dia memilih bertindak dalam cara tertentu, karena prinsip moral yang mendasari tindakannya dia kehendaki (baca: dia mau) agar berlaku umum (siapa saja boleh menjadikannya sebagai prinsip tindakannya). Bahwa kalau prinsip tindakan itu sudah berlaku umum, setiap orang yang rasional, begitulah harapan Kant, akan mematuhi prinsip moral itu, bukan agar dipuji atau mendapat nama baik. Alasan utama mematuhi prinsip moral itu adalah kewajiban mematuhi hukum moral itu sendiri.
Ketika menghadapi sebuah pilihan yang sulit dan teman saya harus memilih atau tidak memilih alias meninggalkannya, pertanyaan “what should I do?” barangkali masih relevan dan akan tetap relevan. Tetapi ketika dia sudah memilih, apakah pilihannya itu atas dasar semata-mata kewajiban terhadap prinsip moral yang sudah diyakininya sebagai yang berlaku universal, atau pertimbangan lain? Tampaknya temanku itu tidak mengerti apakah pilihan tindakannya semata-mata karena kewajiban mematuhi prinsip moral yang dia kehendaki sebagai berlaku universal. Yang dia ketahui adalah bahwa dia mendapatkan dirinya berada dalam situasi memilih dan dia menganggap sebagai kewajiban untuk memilih yang terbaik. Berdasarkan apa? Dia akan mendasarkannya pada suara hatinya.
Di sini kita sungguh-sungguh melihat perbedaan antara orang yang tindakan-tindakannya semata-mata bersifat formal (bahasa filsafat Kantian) demi mematuhi prinsip moral yang diyakininya sebagai berlaku universal. Orang semacam ini tidak peduli akibat atau konsekuensi tindakan apa yang akan timbul karena tindakannya tersebut. Sahabatku persis kebalikannya. Belajar dari pengalaman memilih di masa lampau dan akibat-akibat ikutannya, muncul semacam kebijaksanaan bahwa dia akan memilih hanya yang terbaik. Berdasarkan apa? Tentu berdasarkan akibat-akibat baik dan buruk yang ditimbulkan oleh pilihan-pilihan semacam itu. Itulah sebabnya dia begitu yakin, bahwa hidup manusia ini pada akhirnya adalah sebuah pilihan. Ya, hidup memang bergerak selalu dalam ketegangan antara memilih berbagai tawaran pilihan di hadapan mata.
Baiklah, kita coba ikuti lebih lanjut dialog kami berikut! Saya coba mendalami konsep “hidup sebagai pilihan” yang sahabat saya kemukakan di atas.
Saya:
Kadang hidup sebagai pilihan hanyalah sebuah rasionalisasi (orang biasa mengistilahkannya sebagai “menghibur diri”) ketika orang berada dalam kepahitan hidup sementara dia melihat orang lain berada dalam keadaan hidup yang lebih baik. Cara pandang ini hanya akan menghasilkan manusia yang pesimistik atau yang bermental “nrimo”.
Dia:
Cara pandang tersebut memang dialami oleh kebanyakan orang karena mereka mungkin masih merasa nyaman dengan keadaan mereka saat ini.. tapi mereka berani tidak untuk memilih keluar dari “COMFORT ZONE” mereka untuk pilihan yang lebih baik..itu yang terkadang tidak kita sadari..
Keberanian Memilih
Sebagai latar belakang, dialog kami ini sama sekali tidak direncanakan sebelumnya. Karena itu, begitu mendengar dia mengatakan bahwa hidup adalah pilihan atau menurut pemahaman saya adalah ketegangan di antara berbagai pilihan yang menampakkan diri kepada kita, saya coba “mendesak” dia untuk mendalami apa artinya hidup sebagai pilihan itu. Bagi saya, mengatakan hidup sebagai pilihan bisa bermakna ganda. Di satu pihak, ada optimisme bahwa menghadapi berbagai pilihan dalam hidup, seseorang akan mampu memilih yang tebaik. Mungkin seperti sahabat saya ini. Tetapi di lain pihak, ada nada pesimisme dan kepasrahan pada pilihan yang sudah dibuat, terutama ketika pilihan-pilihan itu bukanlah yang terbaik. Perasaan semacam ini menjadi sangat kuat, misalnya ketika melihat ada rekan kerja atau sahabat yang lebih sukses meniti karier dibandingkan dengan kita.
Tentu ada bahaya semacam itu, tetapi tampaknya sahabat saya itu lebih tepat dimasukkan ke dalam kelompok mereka yang selalu optimis. Optimisme semacam inilah yang pada akhirnya mendorong orang untuk keluar dari apa yang dia sebut sebagai zona aman (comfort zone) dan memilih melakukan hal yang lain, betapa pun pilihannya itu tampak tidak mengenakkan.
Mari kita ambil contoh praktis. Seorang karyawan berada dan bekerja di sebuah perusahaan yang modern, maju, dan kaya. Suatu waktu dia diangkat menduduki jabatan penting dalam perusahaan tersebut. Seiring berjalannya waktu, suatu saat dia menyaksikan sendiri betapa perusahaan itu sudah sering melanggar undang-undang. Misalnya, tidak jujur membayar pajak, tidak jujur membayar gaji karyawan, menipu konsumen, dan sebagainya. Kita pakai pemahaman sederhana kawan saya di atas, suara hati akan mengatakan kepada karyawan ini, bahwa apa yang dipraktikkan itu salah. Di sini sang karyawan persis berhadapan dengan pilihan hidup, apakah menerima saja keadaan—zona aman yang dinikmati sekarang sayang kalau ditinggalkan—atau mengoreksinya. Koreksi bisa dilakukan dengan tetap berada dalam perusahaan tersebut, tetapi ketika tidak ada tanda-tanda perubahan, pilihan lain harus diambil. Pilihan yang paling sulit tentulah menuruti hati nurani dan meninggalkan pilihan itu.
Koq mau meninggalkan perusahaan. Lagi-lagi di sini dibutuhkan keberanian moral. Kata sahabat saya di atas, kebanyakan kita memang lebih mencintai zona aman dari pada mengambil risiko hanya karena idealisme kita. Ya, saya setuju itu! Saya sendiri pun khawatir apakah bisa mengambil keputusan seradikal itu. Meskipun demikian, paling tidak sahabat saya itu, dalam kesederhanaannya, menyadarkan saya, betapa memilih itu berat, karena itu perlu keberanian moral. Saya yakin, pada akhirnya hanya orang-orang yang berkeutamaan morallah yang sanggup memilih manakah yang baik dan benar secara moral, dan bukan manakah yang lebih menguntungkan atau menyenangkan.
Benar sekali, kita memang masih terus belajar untuk memilih!
Menentukan pilihan hidup memang bukan perkara mudah, apalagi jika resiko didalamnya diperkirakan sama-sama memiliki imbas yang cukup besar yang tidak hanya pada diri sendiri tapi juga pada orang disekitarnya.
Dalam posisi seperti ini, rasionalitas jelas harus dijaga agar selalu lebih unggul daripada emosi hati. Meski sudahlah mafhum rasanya tidak ada rasionalitas yang meluap-luap, sebaliknya yang sering ada adalah emosi yang meluap-luap. Dengan kata lain, kalaulah ada “the power of nekad”, maka tentu harus pula diimbangi dengan “rasa syukur yang dahsyat!”
Dan karena hidup itu sendiri adalah pilihan, maka sesulit apapun mau tidak mau tetap harus memilih. Kalau sudah begini, rasanya penting untuk dicatat seperti apa kata Albert Einstein, ” berupayalah tidak hanya menjadi manusia yang sukses, tapi juga menjadi manusia yang bernilai.”
Maka pilihan hidup yang baik tentu tidak hanya semata agar menjadi manusia yang sukses, tapi juga bagaimana menjadi manusia yang bernilai.

Jumat, 11 Februari 2011

^"Mengapa Selalu Penyesalan Datang Terlambat"^

Apakah arti dari semua Penyesalan setelah terlambat? Apakah gunanya penyesalan?
Penyesalan di anggap benar oleh umum karena penyesalan itu akan membuat orang itu benar kembali. Akan tetapi benarkah demikian? Ataukah sekedar merupakan hiburan saja bagi si pelaku, hiburan untuk menutupi bathinnya yang menderita akibat perbuatannya sendiri? Betapa seringnya kita menyesalakan tetapi betapa seringnya pula perbuatan itu kita lakukan dan kita ulangi kembali! Orang yang berbathin lemah dan tumpul selalu dalam keadaan tidak waspada tidak sadar, sehingga mudah saja di buai oleh bayangan kesenangan,dan kalau sudah mendapati kesenangan, tidak teringat lagi apa-apa lagi, tidak teringat akan akibatnya yang buruk dan menimbulkan derita. Orang yang bathinnya lemah dan tumpul seperti itu hanya mementingkan kesenangan baru setelah kesenangan yang dinikmatinya itu kemudian mendatangkan akibat yang tidak menyenangkan, dia merasa menyesal! Coba andai kata tidak ada akibat yang mendatangkan derita, apakah dia akan menyesali akibatnya. Mengejar kesenangan itu? Tentu saja tidak! Sama halnya dengan orang yang makan sambal! Setiap sesudah makan kepedasan dan menyesal. Mengatakan tobat dan kapok.
Demikian pula dengan orang yang melakukan penyelewangan, menyesal dan menangis, bertobat melalui mulut kepada tuhan. Akan tetapi begitu berhadapan dengan bayangan kesenangan sama, maka diulanglah perbuatan itu untuk kemudian bertobat dan menyesal kembali. Kalau kita mau membuka mata melihat kenyataan dalam kehidupan kita sehari-hari, dapatkah kita menyakal dengan kenyataan yang benar ini?
Bukanlah penyesalan yang kita perlukan dalam hidup. Yang terpenting adalah kewaspadaan dan kesadaran yang timbul karena mengamati diri setiap saat. Pengamatan inilah yang akan menimbulakan kebijaksanaan dan kecerdasan, yang akan meniadakan penyelewengan dan kesesatan. Dan kalau tidak ada penyelewengan dan kesesatan tidak perlu lagi ada penyesalan dan bertobat.
Kalaupun kbijaksanaan dan kecerdasaan yang timbul dari kewaspadaan melihat bahwa apa yang kita lakukan tidak benar, maka seketika itu pula menghentikan perbuatan tidak benar itu dan habis samapai di situ saja. Tidak ada penyesalan, juga tidak ada kerinduan terhadap perbuatan yang lalu itu. Yang lalu sudah mati, sudah habis, dan kewaspadaan adalah sekarang, saat ini, saat demi saat. Hidup adalah saat demi saat, bukan kemarin, bukan esok, akan tetapi sekarang. Maka hidup waspada dan sadar adalah sekarang ini.
Yang teramat penting dalam hidup adalah sekarang ini, sekarang benar! Apakah benar itu? Tidak dapat diterangkan, karena yang dapat di terangkan benarnya itu sendiri, benarnya masing-masing, maka terjadilah perbutan kebenaran sendiri-sendiri, dan jelas hal ini tidak benar lagi! Akan tetapi, apapun yang kita lakukan, kalau didasari cinta kasih, maka benarlah itu! Dan cinta kasih tidak akan ada selama di situ ada si Aku yang ingin benar, ingin senang, ingin baik, dan sebagainya.
 
Mengapa Penyesalan Selalu Datang Terlambat?  
Penyesalan memang akan tetap terjadi selama kita di perhadapkan dengan pilihan atau semacamnya.......
Kenapa datangnya selalu belakangan, karna itu memang merupakan suatu hukum sebab & akibat. Kalo kita mau untuk menyadarinya secara jujur, setiap kali kita melakukan sesuatu, ada kemungkinan kite akan menyesal. Tetapi permasalahannya seberapa besar kita menganggap dan mengatakan bahwa apa yang telah kita lakukan sebenarnya masih ada kesalahan dan merupakan suatu penyesalan serta menganggap hal itu bisa dianggap penyesalan atau diabaikan. Silahkan baca lebih lanjut artikel ini.......

Secara umum, penyesalan terjadi ketika kita merasa pilihan yang kita buat tidak seperti yang kita harapkan apalagi setelah kita menyadari salah satu pilihan yang tidak kita pilih sebelumnya ternyata lebih baik.

Ada sebuah cerita, pada tahun 1 ada kisah 3 orang yang terjebak di dalam satu goa yang gelap, saking gelapnya hanya bisa grayak-grayak. Lalu ada suara yang memberitahu mereka bertiga, “ambillah sebanyak-banyaknya batu di goa ini, karena barangsiapa yang tidak mengambilnya akan menyesal dan barangsiapa yang mengambilnya juga akan menyesal.” (lho, kok gitu ya?) hehe, lanjut saja bacaannya....... :)

Maka orang pertama berpikiran, “ah, ambil sajalah, toh perintahnya disuruh ngambil sebanyak-banyaknya.” Maka dia ambil yang banyak.

Orang kedua bingung, ngambil nyesel, gak ngambil juga nyesel. Maka dia ambil sedikit....

Orang ketiga masa bodoh. Yah ngambil dan ga ngambil sama-sama nyeselnya, ngapain harus ngambil, kan yang di suruh ambil batu?

Setelah mereka telah menentukan pilihan mereka masing2, akhirnya mereka terus berjalan dan mendapati jalan keluar dari goa itu. Segera mereka keluar....setibanya di luar, goanya langsung runtuh dan jalan masuknya tertutup, sudah tidak bisa di gali lagi (jalan masukpun sudah lupa). Lantas mereka bertiga mencoba melihat apa yang sebenarnya mereka ambil itu, ternyata emas dan beberapa buah batu biasa.

Yang ngambil banyak nyesel, kok gak lebih banyak lagi?
Yang ngambil dikit nyesel, gila, emas choy, cuma dapat beberapa batang saja T_T
Yang gak ngambil? T_T seharusnya di ambil biar cuma sedikit.......

Lihat? Seharusnya mereka bersyukur kepada Allah Swt karena :
"yang tidak mengambil apa2, setidaknya dia masih bisa keluar dari goa yang gelap itu hidup2, ya kan?"
"yang ambil sedikit? gila bro! 5 batang emas 24 karat saja saya mau tuh! wah keterlaluan tuh orangnya"
"yang ambil banyak? nah apalagi yang ini, masih syukur kek da dapat emas yang banyak trus bisa keluar lagi dari goa yang gelap itu, ini kok malah menyesal....... -_-"

Satu Lagi Cerita Saat Dimana Diriku sedang Sholat Jum'at seorang Khotib Menjelaskan arti dari penyesalan.
Terbangun dari tidur sejenak pada saat melakukan Sholat jumat karena terkagetkan dengan suara lantang dari seorang khotib yang saya tak tahu namanya, Cuma saya sangat interest sekali dengan satu khotib ini karena akan khutbahnya yang selalu masuk ke hati, dibanding dengan khotib – khotib yang lain yang panjang lebar tapi tidak menjurus ke satu permasalahannya. Khutbahnya yang pendek, singkat, padat dan jelas itulah yang selalu membuat orang – orang yang mendengarkan khutbahnya pasti suka, termasuk juga saya.
Penyesalan itu yang khotib itu bahas, dan tema itu juga yang membuat saya khidmat mendengarkan. Singkat kata khotib itu menjelaskan tentang ayat isi al-qur’an ( maaf saya lupa lagi nama surat sama ayatnya apa ), tetapi isinya begini seorang manusia yang telah meninggal menyesali akan kematiannya karena sebelum dia meninggal tidak melakukan banyak amal ibadah yang akan menjadi bekal di alam seudah dunia, dijelaskan juga di ayatnya seudah manusia itu meninggal dia meminta kepada Allah SWT untuk mengembalikannya lagi sesaat saja, untuk membuat kebaikan dan beramal ibadah yang banyak. Manusia itu sangat menyesal karena selama akhir hidupnya dia tidak banyak melakukan kegiatan positif dan beramal baik selama didunia. Tetapi apa yang dikatakan Allah SWT kepada manusia ini “ kamu tidak bisa kembali lagi kedunia, dan apa yang kamu lakukan selama umurmu di dunia??? umurmu selama didunia adalah waktu yang sangat lama dan lebih dari cukup untuk berbuat amal baik, tapi kenapa kamu tidak memanfaatkan waktumu didunia “. Saya sangat teringat kata – kata itu, yang membuat saya sangat berfikir mengulang waktu saya…apa yang saya lakukan selama ini??? Apakah sudah beramal kah kepada Allah SWT??? Untuk menjadi bekal kelak nanti… sekarang saya bertanya kepada anda semua, APAKAH SELAMA KAMU HIDUP DIDUNIA SAMPAI SAAT INI SUDAH BERAMAL BAIK,BERLAKU POSITIF KEPADA ALLAH SWT??? JANGAN SAMPAI PENYESALAN SEPERTI MANUSIA TADI BERLAKU UNTUK ANDA SEMUA…
INGAT INI kawan :
• Apabila Hari ini lebih baik dari pada hari kemarin, manusia itu adalah manusia beruntung
• Apabila hari ini lebih buruk dari pada hari kemarin, manusia itu adalah manusia munafik
• Apabila hari ini sama saja dengan hari yang kemari, manusia itu adalah manusia yang terbodohi oleh waktu
Saya berharap dan semoga saja semua mencoba untuk lebih baik dari hari kemarin. Disini saya sebagai manusia hanya bermaksud saling mengingatkan. Karena sebagai manusia diwajibkan untuk saling mengingatkan. Semua khutbah diatas saya rangkum dengan kata – kata saya sendiri, mohon maaf apabila ada kesalahan kata – kata / penulisan, tetapi saya tidak menambah dan mengurangi inti dari khutbah tersebut. Semoga bermanfaat bagi kita semua…amien…
"Rasa syukur adalah cara yang pasti untuk menghilangkan rasa menyesal" (kita semua membutuhkannya suatu saat)
Nah, mudah2an cerita di atas bisa menjadi inspirasi bagi sobat2 sekalian.....
 

"Seorang Wanita Tidak Boleh Lemah"

Wanita, perempuan, female dan  betina merupakan beberapa nama atau istilah yang diberikan untuk menujuk kepada salah satu bentuk spesies mahluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan dan manusia.
Pernahkah kita bertanya mengapa wanita merupakan mahluk hidup yang selalu dikonotasikan dengan kelemahan dan  kerapuhan, kemudian identik dengan kecantikan, kelembutan dan kasih sayang ?
Dalam beberapa manuskrip wanita dilambangkan sebagai Venus (mahluk dari Venus) dan Pria  dilambangkan dengan Mars (mahluk dari Mars), kemudian ada yang menyatakan bahwa dalam proses penciptaan wanita pertama (Siti Hawa/Eva),  disebutkan bahwa mahluk wanita terbentuk dari “Tulang Rusuk Adam (pria)” bahkan ditegaskan bahwa “Surga Berada Dibawah Kaki (dijaga) Ibu (wanita)”.

Marilah kita Telusuri adakah makna-makna yang tersirat dari pernyataan diatas ?
Tulang sebenarnya merupakan bagian dari mahluk hidup yang membentuk sebuah kerangka atau konstruksi dengan struktur yang kuat dan kokoh untuk menopang tubuh mahluk hidup dan setelah mahluk hidup itu mati beberapa bagian tulang tidak hancur membusuk dimakan usia bahkan berubah menjadi fosil yang sangat keras
Planet Venus merupakan planet dengan kondisi alam yang sangat ekstrim karena planet ini dalam susunan tata surya terletak lebih dekat dengan matahari  dibanding planet Mars.
Tanyakanlah pada diri anda mahluk seperti apa yang dilambangkan dengan tulang (kokoh, kuat, keras tidak membusuk, bahkan tak lekang oleh waktu), berasal dari planet Venus (mampu bertahan dalam  kondisi yang sangat ekstrim), kemudian mendapat tugas mulia “menjaga” surga (Mahakarya-Nya yang sangat bernilai) ? . Apa yang mampu dilakukan oleh mahluk dengan kekuatan seperti ini ?

Bukti lain yang paling nyata adalah fakta bahwa tubuh wanita ditunjuk untuk mengemban tugas yang sangat berat yaitu menjadi bagian utama dalam proses penciptaan mahluk hidup.
Penciptaan mahluk hidup merupakan suatu proses panjang yang penuh dengan keajaiban namun berisiko tinggi dan sangat berat  !,  sedemikian berat sehingga penderitaannya dapat dirasakan wanita jauh hari sebelum proses itu dimulai. Penderitaan semakin meningkat pada saat proses pembentukan cikal bakal kehidupan dimulai, kemudian diakhiri dengan rasa sakit yang tak terperikan dengan bayangan kematian, dan masih berlanjut dengan proses perawatan melelahkan dan terkadang menyakitkan pula.
Dapatkah anda bayangkan, apakah proses yang sedemikian berat dapat dilakukan oleh mahluk yang rapuh dan lemah ?.
Wanita sebenarnya merupakan mahluk yang menyimpan kekuatan yang sangat besar bahkan begitu besar sampai dapat “membahayakan” sehingga Sang Pencipta perlu “menutupnya” dengan balutan karunia kecantikan, kelembutan berikut limpahan sifat kasih sayang dan kesabaran serta semua hal lain yang identik dengan “kerapuhan dan kelemahan” untuk menyamarkan kekuatan dibaliknyanya, bahkan DIA memerintahkan agar wanita menutup seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki, termasuk mata kalau bisa tertutup cadar.
Pernahkan anda bertanya mengapa Sang Pencipta harus menutup mahakarya yang demikian indah, padahal Sang Pencipta sangat menyukai keindahan...?
Kekuatan seorang wanita sudah sering tercatat dalam lembar sejarah kehidupan manusia, bahkan dalam dunia hewan sering ditemui keadaan dimana sang betina atau sang ratu memiliki tubuh yang lebih besar, lebih hebat dan lebih mengerikan dari sang jantan. Bahkan dalam beberapa spesies hewan tertentu sang betina hampir selalu membunuh pasangannya dimasa perkawinan.
Dan bagaimana dengan pria, apakah dia Mahluk yang lemah ?
Pria sebenarnya merupakan mahluk yang banyak memiliki begitu banyak kelemahan, pria sebenarnya selembut kepiting yang tertutup cangkangnya yang keras tanpa tulang  sehingga untuk menambah kekuatannya Sang Pencipta lalu menciptakan wanita untuk mendampingi pria dengan memberikannya dukungan dan kekuatan bagaikan tulang dan seonggok daging. namun pria diberikan karunia oleh Sang Pencipta dengan  pola berfikir yang lebih tenang, positif dan bijaksana untuk menuntun langkah wanita.
Betapa banyak kalimat, cerita dan puisi cinta seorang pria yang menyebutkan bahwa kekasihnya(wanita) mampu membuatnya berdiri kuat dan kokoh. Kekuatan pria sebenarnya sudah tercermin dari struktrur kelaminnya yang begitu lembut namun dapat berdiri sekokoh dan sekeras tulang dan setelah bekerja keras akan kembali terkulai lembut tak berdaya sehingga perlu sentuhan kasih sayang wanita untuk kembali mengkokohkannya.
Pernahkah anda menyadari ?, beberapa fenomena adanya pekerjaan tertentu yang seharusnya lebih baik jika dilakukan oleh wanita namun fakta menunjukkan bahwa   pekerjaan tersebut justru menjadi lebih baik dan terkenal ditangan pria, seperti para penjahit, designer busana, penata rambut hingga koki masak, begitupun sebaliknya.
Sang Pencipta telah menegaskan bahwa wanita harus dituntun (kekuatannya) dengan fikiran yang bijaksana dan dilindungi (ketenangannya) melalui perlakuan lembut dari para pria. Jangan memperlakukan wanita diluar kewajaran dan begitu deskriminatif bahkan melecehkan  hingga timbul ungkapan perasaan negatif bahwa wanita “dijajah” pria sejak dulu.
karena hal yang demikian sebenarnya sangat berbahaya bagi pria maupun umat manusia itu sendiri, namun Perlakukanlah seorang wanita selayaknya perlakuan seorang penjinak bom untuk menaklukkan sebuah bom yang berbahaya.
Mengapa istri(Wanita) harus mematuhi suaminya(pria)  dalam hal baik, dan beberapa kondisi lain yang (sepertinya) cenderung menempatkan wanita dibawah kekuasaan pria, karena tujuan sebenarnya adalah untuk melindungi para wanita dan manusia dari bahaya yang dapat ditimbulkan akibat dari kekuatan besar yang dimiliki oleh wanita itu sendiri.

Mungkin itulah mengapa dalam beberapa ajaran Sang Pencipta melarang adanya“Emansipasi Wanita” karena sebenarnya wanita merupakan mahluk yang sangat kuat, sehingga tidak perlu dinyatakan dalam bentuk “Emansipasi Wanita” karena Sang Pencipta sebenarnya mengetahui betapa hebat dan kuat mahluk hasil karya-NYA yang bernama wanita.
Persamaan hak wanita akan membuat para pria dapat memperlakukan wanita sama seperti pria !
 Bagaimana dengan Poliandri ?

Status Poliandri hanya akan akan menyebabkan pria melecehkan wanita, dan semuanya pada akhirnya hanya akan menjadi bom waktu terjadinya kerusakan umat manusia.
Apakah anda menangkap makna dan bahayanya..?
 
Bagaimana dengan wanita dengan pria yang berpoligami ?
Pria itu pada dasarnya "lemah" dan membutuhkan bantuan kekuatan seorang wanita bahkan lebih, dan kalau boleh dikatakan bahwa pria berpoligami sebenarnya adalah pria yang  "lemah" karena dia begitu banyak membutuhkan "tulang" untuk menguatkannya beberapa "kelemahan" nya.
Dari gambaran sederhana tentang posisi wanita dan pria yang tertulis diatas dapatkah anda menjawab mengapa wanita yang mengizinkan suaminya untuk ber poligami diberikan janji surga oleh Sang Pencipta ?
Dengan demikian jelaslah mengapa Sang Pencipta melimpahkan begitu banyak perasaan kasih sayang, kelembutan dan kesabaran didalam hati dan perasaan seorang wanita, karena apabila wanita merasa begitu kuat, angkuh dan berkuasa dalam porsi yang berlebihan dapat menyebabkan para pria bersikap sebaliknya untuk menghadapi wanita, suatu sikap yang dapat membuat keadaan semakin berbahaya.  Wanita dan Pria harus bijaksana untuk bertindak dan bertingkah laku, karena semuanya harus sesuai dengan kewajaran sehingga tidak melewati hal-hal yang telah ditetapkan-NYA.

Sekarang marilah kita bertanya,:
Apakah para wanita perlu mempersoalkan :
- Mengapa wanita cenderung berada pada posisi dibawah pria ?
- Mengapa diperlukan kesamaan hak wanita dengan para pria (Emansipasi)  ?
- Mengapa ada pernyataan “penghuni neraka nantinya akan lebih banyak wanita ?” (katanya)
- Mengapa Kaum wanita harus lebih kuat dari kaum pria ?
Apakah para pria perlu mempersoalkan :
- Mengapa  wanita ternyata sering berada dibalik pria yang sangat kuat dan berkuasa ?
- Mengapa  istilah “Suami Takut Istri” lebih dominan daripada istilah “Istri Takut Suami” ?
- Mengapa kaum pria sering merasa “kurang perkasa” dihadapan kaum wanita ?
- Mengapa Kaum pria harus lebih kuat dari kaum wanita ?

Namun haruskah hal-hal demikian menjadi persoalan ?. Karena sesungguhnya Sang Pencipta telah menetapkan batasan-batasan yang jelas dan tegas terhadap tugas dan wewenang diantara kaum wanita dan kaum pria. 
Pria memberikan prioritas kepada wanita dalam beberapa hal bukan dari segi  "wanita adalah mahluk yang lemah", tetapi memang dimikianlah perlakuan yang seharusnya dilakukan pria, dan wanita wajib menerima perlakuan tersebut sewajarnya tanpa berlebihan.

Mungkin kita perlu bertanya dalam hati :   
Apakah mungkin jika Sang Pencipta menampilkan sosok asli wanita dan sosok asli pria, sang pria akan lari tunggang langgang ketakutan dan sang wanita pasti berusaha mencari penutup yang paling indah untuk menutup sosoknya yang kuat luar biasa .
 

Minggu, 06 Februari 2011

^"Makna & Arti Kasih Sayang"^

Makna Kasih Sayang
Kata kasih dan sayang itu mengandung pengertian yang sangat luas. Dan yang pasti setiap insan manusia perlu tahu dan mengerti apa makna kasih sayang yang sebenarnya, sekaligus memilikinya di dalam sanubari. Seseorang akan terlanda kekeringan jiwa jika hidup tanpa memiliki kasih maupun sayang. Apapun yang terjadi, pasti dia akan selalu ingin cintai sekaligus mencintai orang lain. Dari pertama kali lahir di dunia sampai ajal menjemput.
Yang dimaksud dengan kasih dan sayang di sini bukan sekadar hubungan cinta atau asmara antara seorang laiki-laki dan perempuan saja. Namun lebih bersifat universal. Sehingga hal ini bisa terjadi terhadap sahabat, saudara, keluarga dan lain-lain. Dan yang perlu ditekankan adalah, bahwa kasih dan sayang yang tulus itu selalu punya sifat yang ikhlas dan lebih banyak memberi daripada menerima. Kepentingan diri sendiri sering dinomor duakan demi memberi kebahagiaan pada orang yang dikasih dan disayanginya. 
Kekuatan Dari Kasih dan Sayang
Kasih, sayang dan cinta. Itu semua adalah anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada kita semua. Tujuannya untuk menciptakan kehidupan damai di dunia agar selalu diliputi dengan ketentraman. Untuk itulah setiap orang perlu mengerti makna kasih sayang agar bisa saling menghargai kepribadian dari orang lain, meski dia punya perbedaan dengan kita.
Karena dari sinilah akan tercipta keharmonisan yang aman serta penuh kemesraan. Setelah itu akan muncul daya cipta yang terwujud dalam bentuk cinta, baik cinta kepada sesama manusia, lingkungan dan Sang Maha Pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Menciptakan Rasa Kasih dan Sayang Dalam Keluarga
Agar di dalam suatu keluarga bisa tercipta rasa saling sayang dan mengasihi, maka masing-masing anggota keluarga harus selalu berusaha menciptakan kebahagiaan bagi anggota keluarga yang lain. Ibu memberi rasa sayang pada bapak dan anaknya, kemudian bapak mencurahkan semua perhatian pada istri dan keturunannya. Sedangkan anak bisa memberikan rasa cinta dan hormatnya pada kedua orang tuanya.
Hal ini akan menyuburkan perasaan saling terikat antara satu dan yang lain dan menjadi kesatuan yang tak terpisahkan. Apa yang menjadi kesedihan bagi salah satu anggota keluarga, maka akan menjadi kesedihan bagi semuanya. Demikian pula bila ada yang mendapat kebahagiaan, maka semua bisa ikut merasakan kebahagian yang menjadi milik bersama itu.
Ini semua bisa terlaksana bila setiap anggota keluarga, terutama pihak orang tua bisa menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anaknya. Karena sang anak sejak dia lahir selalu ikut orang tua, maka secara mental dia juga menjadikan orang tuanya sebagai panutan dalam menjalani hidupnya.
Orang tua yang baik dan mengerti akan makna kasih sayang pasti akan mengajari anaknya tentang bagaimana cara mengasihi dan menghormati anggota keluarganya dan orang lain dalam hidup bermasyarakat. Dan yang tidak kalah penting adalah juga selalu berusaha menghilangkan rasa benci dan dendam bila terjadi permasalahan di antara mereka.
Hidup akan terasa indah bila kita selalu diliputi dengan saling mencinta, saling memberi kasih dan saling menyayangi tanpa memandang perbedaan baik itu warna kulit, agama, kehidupan sosial, ekonomi dan lain-lain.
Arti Kasih Sayang 
Rasa kasih sayang yang diniatkan karena Allah, bukan karena keuntungan dan kesenangan duniawi. Arti kasih sayang tidaklah berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya dalam koridor-koridor Islam.
Ini berarti bahwa Islam tidak mengenal waktu, jarak, dan tempat akan sebuah kasih sayang baik terhadap teman, sahabat, kerabat, dan keluarganya sendiri.
Sebuah kisah lain yang menarik ketika Amr bin Ash menaklukkan kota Mesir, saat itu datanglah seekor burung merpati di atas kemahnya. Melihat kejadian ini, kemudian Amr bin Ash membuat sangkar untuk merpati tersebut di atas kemahnya.
Tatkala ia mau meninggalkan perkemahannya, burung dan sangkar tersebut masih ada. Ia pun tidak mau mengganggunya dan dibiarkan burung merpati itu hidup bersama sangkar yang ia buat. Maka kota itu dijuluki sebagai kota fasthath (kemah).

Jelaslah bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi akan kasih sayang. Kita perlu mencontoh teladan Nabi saw. dan para sahabatnya yang benar-benar merealisasikan makna kasih sayang yang tanpa batas itu, tentunya untuk mencapai keridaan Allah semata yang bukan untuk mencari kesenangan dunia. Maka memang pantas bahwa Islam dikatakan sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin.

Selama kalian bersahabat denganku, apakah menurut hati kalian aku ini mencintai kalian atau tidak mencintai kalian

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ


Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujuraat [49]:13).

Malulah jika mengaku Islam, tetapi tidak memahami kasih sayang sebenarnya. Sedih melihat saudara-saudari yang kebanyakan muslim tetapi meyakini hari tertentu sebagai symbol kasih sayang.

Semoga itu hanyalah karena minimnya ilmu, ketidaktahuan terhadap ajaran. Semoga diberi kekuatan dan semangat untuk mengkaji dan mengaji sehingga menjadi faham dan terkumpul dalam lingkungan yang saleh.
Padahal jika kita lebih jauh mengenal Islam, sesungguhnya Islam adalah agama yang penuh kasih sayang. Tahukah bahwa hari kasih sayang Islam versi Rasulullah Muhammad SAW. Fathu Makkah, yang diabadikan dalam Al Qur’an sebagai Fathan Mubiiina, kemenangan yang nyata, terjadi pada Bulan Ramadan, tepatnya pada tanggal 10 Ramadan tahun ke-8 Hijriyah. Pasukan Islam dari Madinah masuk ke kota Makkah, tanpa perlawanan berarti dan dengan damai.

Diizinkan Allah memperoleh kemenangan besar. Ribuan tawanan musuh diberi amnesti massal… Rasulullah berpidato kepada ribuan tawanan perang: ”…hadza laisa yaumil malhamah, walakinna hadza yaumul marhamah,wa antumut thulaqa….”.

Wahai manusia, hari ini bukan hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang, dan kalian semua merdeka kembali ke keluarga kalian masing-masing.

Pasukan Islam mendengar pidato itu merasa shock juga. Berjuang hidup mati,diperhinakan dilecehkan sekian lama, ketika kemenangan sudah di genggaman: malah musuh dibebaskan. Itu pun belum cukup. Rasulullah memerintahkan rampasan perang, berbagai harta benda dan ribuan onta, dibagikan kepada para tawanan.
Sementara pasukan Islam tidak memperoleh apa-apa. Sehingga mengeluh dan memproteslah sebagian pasukan Islam kepada Rasulullah. Mereka dikumpulkan dan Muhammad SAW bertanya: ”Sudah berapa lama kalian bersahabat denganku?” Mereka menjawab: sekian tahun, sekian tahun… ”Selama kalian bersahabat denganku, apakah menurut hati kalian aku ini mencintai kalian atau tidak mencintai kalian? 
"Rasulullah saw. bersabda : Janganlah kamu saling membenci, berdengki-dengkian, saling berpalingan, dan jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Juga tidak dibolehkan seorang muslim meninggalkan (tidak bertegur sapa) terhadap sudaranya lewat tiga hari” (HR. Muslim).

Disini jelas bahwa kita dianjurkan sekali untuk saling menjaga dan menghargai antar sesama sebagai tanda kasih sayang yang mesti dihormati. Hal ini untuk menghindari berbagai keburukan serta dapat mengenal antar sesama untuk memperkuat dan menjaga tali persaudaraan.

Dalam hadits Nabi saw.: Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam hal kecintaan, kasih-sayang dan belas kasihan sesama mereka, laksana satu tubuh. Apabila sakit satu anggota dari tubuh tersebut maka akan menjalarlah kesakitan itu pada semua anggota tubuh itu dengan menimbulkan insomnia (tidak bisa tidur) dan demam (panas dingin).” (HR. Muslim).

Bahkan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Baihaqi melalui Anas ra. Nabi bersabda:
Tidak akan masuk surga kecuali orang yang penyayang”, jadi jelas bahwa yang masuk surga itu hanyalah orang-orang yang mempunyai rasa kasih sayang yang tanpa dibarengi dengan niat-niat jelek.
Tentu saja sangat mencintai. Rasulullah SAW mengakhiri pertanyaannya: ”Kalian memilih mendapatkan onta ataukah memilih cintaku kepada kalian?” Menangislah mereka karena cinta Rasulullah kepada mereka tidak bisa dibandingkan bahkan dengan bumi dan langit.

Jika kita berbicara lebih jauh, Islam merupakan sumber dari kasih sayang. “Cintailah manusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri.” (H.R. Bukhari).
Islam sangat melarang keras untuk saling membenci dan bermusuhan, namun sangat menjunjung tinggi akan arti kasih sayang terhadap umat manusia.

Sabtu, 05 Februari 2011

^"Ketenangan Hati & Jiwa"^


Mencari Ketenangan Hati & Jiwa.
      Sebagai orang beriman, seseorang harus senantiasa meng-agungkan Allah Azza wa jalla, takut dan berharap hanya kepada Nya semata, dan merasa malu bila mengabaikanNya. Seorang mukmin tidak boleh kendor dari tingkatan iman yang telah dicapainya, meski intensitas keimanan seseorang amat ditentukan oleh tingkat kekuatan iman yang dimiliki. Terabaikannya hal-hal tersebut dalam sholat, dapat disebabkan oleh kekacauan pikiran, perhatian yang terpecah, hilangnya jiwa dalam munajat, dan lalai dalam sholat. Oleh karena itu aktivitas mental yang acak yang akan mengganggu sholat sedapat mungkin harus diatasi, sehingga ketenangan hati selalu terjaga dalam setiap sholat. Untuk menghilangkan gejala tersebut, kita harus mencari penyebabnya, karenanya marilah kita cari di mana letak penyebabnya. Pikiran sesat memang dapat disebabkan oleh hal-hal yang bersifat lahiriah, ataupun hal-hal yang bersifat batiniah.
 
Sebab-sebab lahiriah (eksternal) merampas perhatian kita lewat mata dan telinga. Semula kita hanya menaruh perhatian. Kemudian pikiran mulai tertarik, dan akhirnya proses berlangsung terus. Penglihatan merangsang pemikiran, dan pikiran akan mendorong lahirnya sesuatu yang lain. Kesan yang ditangkap oleh indera tidak akan pernah menyesatkan mereka yang berkemauan kuat dan bercita mulia, tetapi akan sangat mengganggu mereka yang lemah.
 
Penyembuhannya adalah dengan memotong habis penyebab-penyebab tersebut dengan jalan menundukkan pandangan, berdoa di tempat yang sunyi dan terpisah, tidak membiarkan adanya pengganggu panca indera, atau sholat dengan posisi dekat dinding, yang dapat mengurangi jangkauan indera penglihatan. Sebaliknya, sebaiknya menghindari dari sholat di tepi jalan, di tempat yang penuh ukiran dan karya seni serta di atas alas bercorak warna-warni.
 
Itulah mengapa orang-orang yang tekun beribadah biasanya sholat ditempat yang sempit dan bercahaya temaram, yang hanya cukup untuk bersujud, namun demikian hal ini lebih mudah untuk melakukan pemusatan pikiran (khusyu’). Mereka yang menunaikan sholat di masjid, selalu menjaga pandangannya agar tetap tertuju ke tempat sujud. Mereka merasa bahwa sholatnya akan sempurna apabila tidak terpengaruh oleh orang yang ada di sisi kanan dan kirinya. Ibnu Umar tidak pernah membiarkan sesuatu tergeletak di tempat sujud, bahkan satu mushaf Al-Qur;an sekalipun. Ia akan menyisihkan pedang dan akan menghapus tulisan yang ada di hadapannya.
 
Sebab-sebab batiniah (internal) merupakan suatu persoalan yang lebih serius dan untuk mengatasinya memang lebih sulit. Barangsiapa pikirannya bercabang-cabang pada persoalan duniawiah, niscaya akan melayang-layang ke mana-mana. Menutup mata sekalipun tidak akan membantu memecahkan persoalan, karena sumber gangguan sudah ada di dalam diri. Maka cara untuk mengatasi gangguan tersebut adalah dengan memahami makna bacaan sholat, kemudian berusaha memusatkan perhatian pada makna tersebut, seraya mengusir pikiran lain. Akan sangat bermanfaat apabila sebelum takbiratul ihram melakukan beberapa persiapan, yaitu dengan memperbarui ingatan akan kemungkinan datangnya hari akhirat, dengan menyadari bahwa dirinya akan mermunajat kepada Allah Azza wa jalla, Dzat Yang Maha Perkasa. Tak kalah pentingnya, apabila sebelum takbiratul ihram kita mengosongkan hati dan pikiran dari segala sesuatu yang mengganggu, serta membebaskan diri daripadanya.

 
(( وَجُعِلَتْ قُـرَّةُ عَـيْـنِيْ فِي الصَّـلاَةِ)).
“…dan telah dijadikan penghibur/penghias hatiku (kebahagiaanku) pada shalat”.[1]
Beliau pun berkata kepada salah satu shahabatnya:
((قُمْ يَا بِلاَلُ، فَـأَرِحْـنَا بِالصَّلاَةِ)).
Bangunlah wahai Bilal, buatlah kami beristirahat dengan (melakukan) shalat”.[2]
 
Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Utsman bin Abi Syaibah, “Aku lupa mengingatkanmu agar menyembunyikan periuk yang ada di rumahmu. Sesungguhnya tidak wajar, apabila di dalam rumah ada sesuatu yang dapat mengganggu manusia dari sholatnya.” (HR Abu Dawud, dari Utsman bin Thalhah). Ini adalah suatu teknik menenangkan pikiran. Apabila gejolak pikiran tidak kunjung reda, maka yang diperlukan bukan lagi obat penenang, melainkan pencahar yang akan menguras seluruh sumber penyakit hingga ke akar-akarnya.
 
Artinya bahwa orang tersebut harus meneliti segala sesuatu yang mengganggu dan menyelewengkan  ketenangan hati. Tidak perlu diragukan lagi, penyebabnya dapat ditelusuri pada apa saja yang diminatinya, dan telah berbalik menjadi salah satu bentuk hawa nafsu.
 
Oleh sebab itu, setiap orang harus berupaya mengendalikan nafsu dengan cara mengosongkan diri, mengekang, atau memutuskan hubungan dengan godaan nafsu. Segala sesuatu yang mengganggu sholat adalah musuh agama, termasuk tentara iblis yang bermaksud mengganggu manusia. Dan menahannya jelas akan mendatangkan kemudharatan, dan akan lebih baik untuk mengeluarkannya. Oleh sebab itu, orang harus berdisiplin, untuk selalu berupaya membersihkan diri dari segala sesuatu yang dapat mengganggu sholat. Rasulullah saw. Suatu saat pernah sholat menggunakan jubah yang bersulam indah, pemberian Abu Jahm. Seusai sholat beliau bermaksud mengembalikan jubah tersebut, dan berkata, “Kembalikan jubah ini kepada Abu Jahm, karena jubah itu telah mengganggu sholatku. Dan tukarkan saja dengan jubah Abu Jahm yang sudah sering dipakainya itu.” (H.R.. Bukhori Muslim). Rasulullah saw juga pernah memiliki sandal baru. Beliau sangat senang terhadap sandal tersebut, sehingga ketika sholat muncul keinginan untuk melihatnya. (H.R. Ibnul Mubarak).
 
Menurut hadis lain, nabi Muhammad saw. Menyadari keteledorannya, sehingga ketika sujud, beliau berdoa, “Kurendahkan diri dihadapanMu ya Allah, kiranya Engkau tidak memurkaiku.” Lalu setelah sholat beliau beranjak pergi, dan memberikan sandal baru tersebut kepada pengemis pertama yang dijumpainya. Kemudian beliau meminta kepada Ali ra. Untuk membelikan sandal dari kulit yang hanya dibuang bulunya saja. (H.R. Abu Abdullah bin Haqiq).
 
Sebelum turun larangan bagi laki-laki untuk memakai hiasan emas, Rasulullah saw. Biasa memakai cincin emas di jarinya. Dan ketika beliau berdiri di atas mimbar, cincin itu pun dibuang seraya bersabda, “Barang itu telah menggangguku, aku harus memandang benda tersebut dan juga memandangmu.” (H.R. an Nasa’i).
 
Diriwatkan bahwa Abu Thalhah suatu hari sholat di taman miliknya, kemudian pandangannya tertuju pada burung penghisap madu, dan matanya mengikuti gerak burung tersebut, sehingga tak ingat berapa banyak rakaat yang sudah diselesaikannya. Kemudian, seusai sholat Abu Thalhah mendatangi Rasul saw. Dan menerangkan kekacauan yang baru saja menimpanya, dan kemudian berkata, “Ya Rasulullah, taman ini telah memalingkanku dari sholat (yang khusyu’), kini aku hendak menyedekahkannya. Gunakan sekehendak Anda, ya Rasulullah.” (H.R. Imam Malik). Sedang menurut riwayat lain, Abu Thalhah ketika sholat di taman terganggu oleh dengung lebah yang mengelilingi buah dari pohon yang ada di taman tersebut. Ia bertemud engan Utsman ra. Dan kemudian menawarkan taman tersebut sebagai sedekah, agar dimanfaatkan bagi kepentingan di jalan Allah. Utsman kemudian menjual taman tersebut seharga lima puluh ribu.
 
Hal demikian dimaksudkan untuk menghilangkan pengganggu pikiran dan juga menutupi kekurangan sholat yang telah dilaksanakannya. Obat-obat (pengobatan) ini jelas diharapkan dapat mengatasi sumber penyakitnya; itu adalah obat yang paling efektif. Cara-cara lunak seperti menenangkan diri dan berkonsentrasi penuh pada pemahaman ucapan sholat, hanya bermanfaat jika godaan hawa nafsu dan angan-angan berskala rendah. Akan tetapi tidaklah tepat (mengambil cara tersebut) apabila gangguan dan godaan terlalu kuat, karena justru akan menarik Anda sehingga kehilangan milik terbaik Anda. Disamping itu, Anda juga akan terbelenggu, sehingga seluruh sholat yang Anda kerjakan terganggu.
Perhatikan analogi ini: Ada seorang laki-laki bersandar dibawah pohon untuk istirahat. Ia bermaksud mengosongkan pikirannya, tetapi di atas dahan, burung pipit bertengger sambil tak henti-hentinya berkicau. Lewat sepotong kayu di tangannya, diusirnya burung tersebut, tetapi tidak pernah berhasil. Kembali ia menenangkan pikirannya, dan burung pipit itupun kembali berkicau. Akhirnya datang seseorang dan berkata kepadanya, “Ini adalah pekerjaan yang sia-sia, dan tidak akan pernah ada habisnya. Jika anda menghendaki penyelesaian tuntas, maka potonglah pohon tersebut!” Agaknya seperti itulah pohon hawa nafsu. Jika ia telah bersemi dan bercabang, niscaya akan menempel segala pikiran dan keinginan, sebagaimana burung pipit yang hinggap di dahan. Demikian pula tertariknya lalat pada kotoran-kotoran, yang sudah merupakan karakteristiknya. Dan pikiran yang kacau, ibarat lalat yang beterbangan ke sana ke mari.
 
Sesungguhnya manusia sentiasa dikelilingi oleh hawa nafsu dan mustahil terbebas darinya, dan juga tidak semua orang bisa mengatasinya. Hawa nafsu tersebut memiliki akar yang sama, yaitu cinta dunia. Inilah sumber dari setiap kesalahan, kekurangan dan kerusakan. Dengan hati yang dipenuhi rasa cinta dunia, seseorang akan demikian tergila-gila terhadapnya, sehingga iapun lalai untuk mencari bekal kehidupan akhirat.
 
Orang seperti itu tidak akan pernah merasakan nikmatnya sholat. Mereka yang terlalu cinta dunia, berkuranglah cintanya kepada Allah, bahkan mungkin tidak bermunajat kepadaNya. Pada dasarnya manusia digerakkan oleh apa yang dicintainya, sehingga bila kesenangan atau kecintaannya tertumpu pada dunia seisinya, pasti hanya dunia itu saja yang ada di dalam pikirannya. Namun demikian, manusia yang mengharapkan rahmat Allah swt, harus selalu berupaya mengembalikan hatinya pada sholat, dan mengurangi atau mengatasi apa saja yang dapat memalingkan dari Nya.
 
Ini adalah obat pahit, sedemikian pahitnya, sehingga kita lebih suka memuntahkannya. Bila demikian, maka penyakitnya akan tetap kronis dan tidak akan tersembuhkan. Orang-orang sufi pada umumnya melakukan sholat dengan khusyu’, di dalam hatinya tidak sedikitpun terbesit perkara-perkara duniawi, lain halnya diri kita yang mengerjakan sholat sebatas sebagai tugas. Maka, tiada harapan bagi orang seperti kita! Bila kita sekedar ingin selamat dari murka Allah, hanya karena sepertiga atau setengah sholat kita, sungguh amal kita adalah campuran antara yang baik dan yang buruk!
 
Kesimpulannya, segala keinginan duniawi dan ukhrawi di dalam hati manusia bagaikan air yang dituang ke dalam segelas cuka; seberapa banyak air yang tertuang, sebanyak itu pula cuka yang akan tumpah dari dalam gelas dan keduanya tidak akan tercampur.
  

^"MEMBALAS KEBENCIAN DENGAN KASIH SAYANG"^


MEMBALAS KEBENCIAN DENGAN KASIH SAYANG

        Salah seorang di antara tokoh besar dalam dunia kesucian adalah orang Mesir yang bernama Dzunnun. Karena ia berasal dari Mesir, maka ia dikenal dengan sebutan Dzunnun Al-Mishri, Dzunnun Si Orang Mesir.
Ketika ia masih hidup, orang-orang tidak mengenalnya sebagai orang yang dekat dengan Allah. Ia malah lebih banyak dicela dan dicemooh orang karena dianggap kafir, ahli bid’ah, dan orang murtad. Ia tidak pernah membalas semua tuduhan itu dengan kemarah-an atau serangan balik. Ia bahkan menunjuk-kan dirinya seakan-akan ia mengakui seluruh celaan itu. Selama ia hidup, orang-orang tidak mengetahui bahwa Dzunnun adalah salah seorang di antara waliyullah, kekasih Allah. Orang mengetahui kedekatannya dengan Tuhan setelah Dzunnun meninggal dunia.
Menurut Al-Hujwiri, pada malam kematian Dzunnun, tujuh puluh orang bermimpi melihat Rasulullah saw. Dalam mimpi itu, Nabi bersabda, “Aku datang menemui Dzunnun, sang wali Allah.” Sesudah kematian-nya, konon di atas keningnya tertulis: Inilah kekasih Tuhan, yang mati karena mencintai Tuhan, dan dibunuh oleh Tuhan.
Masih menurut Al-Hujwiri, pada saat penguburan Dzunnun, burung-burung di angkasa berkumpul di atas kerandanya sambil mengembangkan sayap mereka seakan-akan ingin melindungi jenazahnya. Pada saat itulah orang-orang Mesir menyadari kekeliruan mereka dalam memperlakukan Dzunnun selama ini.
Ada banyak kisah tentang Dzunnun dan hampir semua kisah hidupnya itu menjadi pelajaran yang amat berharga. Kisah-kisah itu menjadi petunjuk bagi kita dalam mendekati Allah swt. Di antara kisah-kisah yang dituturkan tentang Dzunnun adalah satu kisah ketika ia berlayar bersama para santrinya dengan sebuah perahu di atas sungai Nil.
Alkisah, pada suatu hari, berlayarlah mereka di sungai Nil. Yang sedang berekreasi di sungai itu bukan hanya orang-orang saleh seperti Dzunnun dan para santrinya, tetapi juga orang-orang yang menggunakan rekreasi sebagai alat untuk melakukan kemaksiatan. Di tengah jalan, bertemulah dua kelompok perahu yang mempunyai “ideologi” yang berbeda itu. Pada perahu yang satu, terdapat Dzunnun, sang kiai, bersama para santrinya. Mereka melantunkan zikir kepada Allah swt. Pada perahu yang lain, ada sekelompok anak muda yang memetik gitar, berhura-hura, berteriak-teriak, dan berperilaku yang menjengkelkan santri-santri Dzunnun.
Karena para santri percaya bahwa doa-doa Dzunnun pasti diijabah, mereka meminta Dzunnun untuk berdoa kepada Allah supaya perahu anak-anak muda itu ditenggelamkan Tuhan jauh ke dasar sungai Nil. Dzunnun lalu mengangkat kedua belah tangannya dan berdoa: Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memberikan orang-orang itu kehidupan yang menyenangkan di dunia ini, beri juga mereka satu kehidupan yang menyenangkan di akhirat nanti.
Santri-santrinya tercengang. Semula mereka berharap Dzunnun akan mendoakan anak-anak muda yang ugal-ugalan itu agar ditenggelamkan Tuhan karena anak-anak muda itu memandang kehidupan hanya semata-mata kesenangan saja. Tapi aneh bin ajaib, Dzunnun hanya berdoa seperti di atas. Para santri terkejut mendengar doa Dzunnun.
Ketika perahu anak-anak muda itu mendekat, mereka melihat Dzunnun ada di perahu itu. mereka menyesal dan meminta maaf. Entah bagaimana, memandang wajah Dzunnun membawa mereka kepada kesucian. Mereka meremukkan alat-alat musik mereka dan bertaubat kepada Tuhan.
Waktu itulah Dzunnun memberi pelajaran kepada para santrinya, “Kehidupan yang menyenangkan di akhirat nanti adalah bertaubat di dunia ini. Dengan cara begini, kalian dan mereka puas tanpa merugikan siapa pun.”
Kita tertarik dengan cerita Dzunnun ini. Kita terbiasa untuk menaruh dendam kepada orang-orang di sekitar kita. Seringkali setelah kita menjalani kehidupan yang baik, kita jengkel kepada orang-orang yang kita anggap buruk. Ketika ada orang yang memperlakukan kita dengan jelek, kita berharap bahwa kita bisa membalas kejelekan itu dengan kejelekan kita lagi. Untuk itu kita sering menutup-nutupinya dengan berkata, “Supaya ini jadi pelajaran bagi mereka.”
Dzunnun melanjutkan tradisi para rasul Tuhan yang mengajarkan kepada kita untuk membalas kejelekan yang dilakukan orang lain dengan kebaikan. Bayangkanlah ketika Anda berdoa supaya saingan Anda hancur, agar musuh Anda binasa, Anda akan memperoleh satu manfaat saja: Kepuasan hati karena hancurnya saingan Anda. Tapi ketika Anda berdoa: Ya Allah, ubahlah kebencian musuh-musuhku menjadi kasih sayang, Anda akan mendatangkan manfaat kepada semua orang. Sama seperti doa Dzunnun Al-Mishri.
Dahulu, Nabi Isa as beserta murid-muridnya lewat di depan rombongan pemuda yang ugal-ugalan juga. Mereka bukan saja melakukan tindakan-tindakan maksiat ketika kelompok Nabi Isa datang, mereka juga malah melemparkan batu ke arah Nabi Isa. Nabi Isa berhenti dan memandang mereka untuk kemudian mendoakan kebaikan bagi mereka.
Murid-muridnya bertanya, “Mereka melempari batu ke arahmu tapi mengapa engkau malah membalas dengan doa yang baik?” Nabi Isa menjawab, “Itulah bedanya kita dengan mereka. Mereka kirimkan kepada kita keburukan dan kita kirimkan kepada mereka kebaikan.”
Rasulullah saw dilempari orang di Thaif ketika beliau mengajak mereka kepada Islam sampai kakinya berlumuran darah. Ketika malaikat datang kepadanya menawarkan untuk menimpakan gunung di atas orang-orang yang menyerangnya, Nabi hanya berkata: Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti.
Dzunnun Al-Mishri mengajari kita tradisi para nabi dan orang-orang saleh; membalas kejelekan dengan kebaikan. Jadilah kita seperti pohon Mangga di tepi jalan, yang dilempari orang dengan batu tetapi ia mengirimkan kepada si pelempar itu, buah yang telah ranum. Ahsin kamâ ahsanallâhu ilaik, berbuatlah baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.
Di antara perbuatan baik yang sangat tinggi nilainya adalah membalas keburukan orang kepada kita dengan kebaikan. Ini bukanlah suatu hal yang mustahil, melainkan ini adalah ajaran kesucian yang akan membawa kita lebih dekat kepada Allah swt.

^"KEBENARAN"^

TEORI-TEORI KEBENARAN FILSAFAT

BAB I
RINGKASAN MATERI
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indera, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence ® menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2. Teori Consistency ® Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3. Teori Pragmatisme ® Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
4. Kebenaran Religius ® Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu?
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tanpa kebenaran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
5. Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
6. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio
7. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
8. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
- Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran
- Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain
- Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran
Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) ® menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.
2. Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.
Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).
Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving.
4. Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :
Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.
BAB III
KESIMPULAN
Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas. Kebanran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu.
Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental,r asio, intelektual).
Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya.
Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.
BAB IV
DAFTAR BACAAN
Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan